Mengulik Komunikasi Pemasaran Lembaga Pendidikan

 


Lembaga pendidikan swasta sekarang sepertinya sudah menjadi industri. Gejala ini bisa dilihat dari cara pengelola melakukan investasi dan cara mereka berdiri di dua kaki, kaki pertama adalah knowladge dan kaki kedua profite sebagai upaya untuk mengembangkan lembaga dan mempertahankan keberlangsungan proses pendidikan.

Maka oleh karena lembaga pendidikan sudah menjadi industri maka manajemen pemasarannya pun harus bisa menyesuaikan dengan komunikasi pemasaran industri pada produk komersial. Cara komunikasi mereka tidak bisa lagi mengandalkan konsep ala kadarnya, sekadar bikin spanduk, sekadar mendesain pamflet atau sekadar melakukan event.

Komunikasi mereka harus terkoneksi dengan brand lembaga itu sendiri karena pada prinsipnya komunikasi sebuah lembaga sama saja mereka sedang menawarkan produknya kepada calon customer dalam hal ini calon wali murid dan wali murid itu sendiri.

Semua tools komunikasi yang mereka buat harus terkoneksi satu sama lain sesuai dengan brand lembaga pendidikan tersebut. Ketika sebuah lembaga pendidikan membidik kelas menengah maka cara komunikasi pemasarnnya pun harus bisa menyesuaikan dengan karakter middle class.

Banyak orang tidak paham apa sesungguhnya yang dijual oleh sebuah lembaga pendidikan. Apakah kursi dan fasilitas yang ada di sekolah? Apakah guru? Kalau yang dijual lembaga pendidikan adalah fasilitas faktanya fasilitas itu tidak pernah bisa dinikmati sepenuhnya oleh customer dalam hal ini wali murid. 

Gedung yang bertingkat misalnya, apakah wali murid bisa mengklaim kalau itu miliknya?  Atau setidaknya bisa dipakai sesuka kita, tentu tidak kan? Kalau gedung yang dijual buat apa dibelanjakan untuk lembaga pendidiikan, bukankah akan lebih menguntungkan membangun gedung sendiri?

Lalu apa yang dijual oleh sebuah lembaga pendidikan? Value, itu yang dijual. Pemahaman ini sebenarnya yang menjadi filosofi lembaga pendidikan dan harus diketahui oleh pengelola khususnya orang yang ditugaskan menjadi seorang MarComm (Marketing Communication).

Kalau lembaga pendidikan di kota - kota besar seperti Jakarta memang sudah menerapkan konsep komunikasi pemasarannya yang mengadopsi brand produk komersial. Makanya rasanya juga pasti akan berbeda dengan lembaga pendidikan yang belum memakai konsep ini.

Value inilah yang nantinya dikoneksikan dengan brand lembaga pendidikan tersebut karena setiap lemabaga memiliki keunikan masing - masing yang menjadi kelebihan dan itu yang menjadi branding lembaga tersebut.

Dan harus diaktivasi melalui komunikasi pemasaran. Seringkali cara komunikasi pemasaran sebuah lembaga pendidikan tidak match dengan brand lembaga tersebut dan ini menyebabkan pesan yang disampaikan tidak jelas.

Dan secara prinsip sebenarnya sama saja manajemen komunikasi pemasaran lembaga pendidikan dengan brand - brand lainnya, semisal produk komersial, personal branding, coporate branding maupun city branding.

Pada bagian lain saya memaklumi karena terbatasnya sumber daya manusia yang memahami konsep dan teori komunikasi pemasaran sehingga seringkali tidak paham bagaimana cara komunikasi pemasaran sebuah lembaga pendidikan. 

Rata - rata lembaga pendidikan tercurahkan pada sistem akademik dan konsep pembelajaran tetapi abai terhadap bagaimana cara melakukan komunikasi pemasaran sesuai dengan brand lembaga tersebut. Hal ini berdampak pada persepsi yang kabur dari publik tentang positioning lembaga pendidikan tersebut.